Pengantar Kala Wabah

Kita tampaknya dapat bersepakat bahwa krisis yang diakibatkan oleh wabah ini memberikan pengaruh hampir pada seluruh kalangan. Sektor formal dan informal. Strata sosial atas maupun bawah. Krisis ini menghujam keras pada persoalan paling fundamental manusia yaitu masalah kesehatan. Wabah dalam hal ini merupakan sebuah pembuka tirai pada persoalan-persoalan sistemik yang diidap oleh negara dan masyarakatnya. Pada kasus Indonesia, dalam periode 7 bulan pandemi memperlihatkan bagaimana proses birokrasi yang berjalan begitu lambat dan tidak efektif, data yang berantakan, malhttps://kampoengbogor.postutopia.net/wp-content/uploads/2019/05/9078-scaled-2.jpgistrasi sekaligus maldistribusi kesehatan dan kesejahteraan terkuak dengan lebar dan menjadi faktor penghambat dalam proses penanganan pandemi. Sementara itu warga harus berjuang dengan pertaruhan hidup dan mati setiap hari. Namun pada sisi yang lain kita juga dipertontonkan dengan bentuk-bentuk solidaritas yang tinggi. Contohnya mudah sekali ditemukan, jika kita memantau situs-situs crowdfunding di bulan-bulan awal pandemi (Maret ketika ditetapkan status bencana Nasional) banyak sekali inisiatif yang muncul, ada yang fokus untuk membantu pekerja sektor informal, ada yang bergerak memberi bantuan kepada penduduk miskin di kampung kota dan lain-lain. Meskipun kita juga dihadapkan pada pertanyaan sampai sejauh mana sumber daya komunitas dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu.

Kawasan perkotaan merupakan lokus yang paling dipengaruhi oleh pandemi, ini disebabkan karena penyebaran virus sejalan dan sebangun dengan salah satu elan vital kota modern yaitu mobilitas. Itulah mengapa lockdown atau karantina wilayah merupakan satu-satunya metode yang terbukti efektif dalam menahan laju penyebaran virus. Dalam kasus Bogor persoalan mobilitas ini menjadi begitu istimewa untuk diperhatikan karena sebagian besar penduduknya setiap hari melakukan perjalanan puluhan kilometer untuk bekerja ke Jakarta baik dengan transportasi publik maupun kendaraan pribadi. Tentu saja dalam kala dimana wabah merebak bentuk adaptasi dan etika yang baru mesti dibentuk terutama pada ruang-ruang publik termasuk dan terutama pada transportasi publik.

Hal menarik lain adalah rilis terbaru dari Pemerintah Kota Bogor terkait dengan survey persepsi warga Bogor terhadap wabah Covid-19. Secara garis besar ada 86% responden yang yakin akan sembuh jika terpapar virus Covid-19. Ada 65% yang yakin bahwa mereka kecil kemungkinan akan terpapar virus yang paling besar memiliki keyakinan ini adalah dari kelompok usia 36 sampai 45 tahun. Terdapat 16% responden yang percaya tentang teori konspirasi, 29% tidak percaya akan adanya virus Covid-19, dan 54% mengaku tidak mengetahui tentang perihal virus. Apa yang bisa disimpulkan dari angka-angka survey persepsi tersebut? Banyak pertanyaan yang dapat kita ajukan; Apakah itu berarti warga Kota Bogor tidak menganggap Covid-19 sebagai sebuah ancaman serius? Lalu narasi seperti apa yang dikonsumsi setiap harinya oleh warga sehingga persepsi tersebut dapat terbentuk?

Pada momen-momen ini sebenarnya kita dihadapkan pada situasi yang menuntut kita membentuk dan mengaktifkan intelejensia kolektif. Kita perlu mewarisi pengetahuan untuk masa-masa paska wabah Covid-19, tidak hanya melulu soal vaksin. Kita toh perlu mulai mempertimbangkan untuk mengadopsi perspektif kehidupan inter pandemik, seperti yang terbukti juga dalam sejarah panjang wabah. Artinya setelah wabah Covid-19 mereda mungkin itu hanyalah sebuah jeda menuju wabah berikutnya. Maka sebagai bagian dari ikhtiar dalam proses produksi pengetahuan kala wabah, Kampoeng Bogor memutuskan mengambil kesempatan ini untuk melakukan riset. Riset ini sementara akan banyak difokuskan pada studi kronologis, isu soal mobilitas dan informasi, yang kemungkinan juga akan berkait kelindan dengan begitu banyak isu perkotaan lainnya. Dalam melaksanakan riset ini-untuk juga memperkaya perspektif-Kampoeng Bogor berkolaborasi dengan Rujak Center for Urban Studies dan 11 kota lainnya di Indonesia (Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Toboali, Cirebon, Banjarmasin, Palu, Semarang). Dalam melakukan proses riset kami akan berusaha melibatkan aktor-aktor dari warga kota termasuk juga seluruh hasil riset akan kami publikasikan dalam berbagai bentuk medium dan kepada sebanyak-banyaknya kanal untuk memastikan riset ini dapat menjangkau khalayak yang luas.

Tabik!