Sejarah Masjid Al-Falak

Menurut catatan, Masjid Al-Falak dibangun pada tahun 1901 setelah kepulangan sang pendiri, KH Tubagus Muhammad Falak beserta keluarganya dari Mekkah pada periode keduanya menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah. Pembangunan Masjid dan Pondok pesantren Al-Falak dilatarbelakangi oleh adanya pengaruh sisa-sisa kepercayaan lama yang masih melekat di masyarakat dan perkembangan kegiatan dakwah beliau di wilayah Pagentongan. KH Tubagus Muhammad Falak yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Abah Falak secara rutin menyelenggarakan pengajian di kediamannya dengan dihadiri oleh 30 orang santri. Kegiatan rutin ini semakin berkembang sejalan dengan peningkatan jumlah santri yang berdatangan dari berbagai wilayah. Pendirian pondok pesantren ditujukan untuk menampung jumlah para santri yang semakin banyak yang disusul juga dengan kegiatan penghimpunan kitab-kitab sebagai bahan pengajaran.

Dari hasil wawancara dengan beberapa Narasumber yang masih memiliki ikatan keluaraga dengan Abah Falak, pada lokasi dimana masjid Al-Falak berdiri saat ini sudah terlebihdahulu berdiri sebuah Mushola. Keterbatasan ruang pada Musholla tersebut menjadi kendala tidak tertampungnya para santri dan tamu yang ingin beribadah. Disamping itu, Mushola sejatinya tidak dapat memenuhi fungsi Masjid sebagai tempat sembahyang Jumat. Hal ini mendorong Abah Falak untuk merubah Mushola tersebut menjadi Masjid dengan Pondok Pesantren sebagai pendukung aktivitas dakwahnya.

Di depan Masjid terdapat bangunan yang ketika ditanyakan kepada salah satu Narasumber, bangunan tersebut dulunya berfungsi sebagai pondokan. Menurut cerita, bangunan tersebut merupakan Madrasah Diniyah yang keberadannya diketahui sudah ada sejak 1924, kemudian direnovasi pada tahun 1977. Setelah pembangunan Madrasah Diniyah,pada tahun 1964, kemudian dibangun sekolahan bertingkat dua yang saat ini menjadi sekolah MI di kampus Al-Falak.

Kondisi Masjid Al-Falak yang saat ini sedang dalam renovasi total sudah mengalami tiga kali pemugaran pada tahun 1977, 1986 dan 2010. Bangunan yang tersisa dalam Masjid itu hanyalah Mimbar, dua buah pilar, bedug dan sebuah menara. Bersamaan dengan renovasi yang dilakukan, maka hanya Mimbar saja yang tersisa dari pembangunan pertama yang dilakukan Abah Falak. Bentuk dan kondisi Mimbar masih belum berubah sejak pertama kali Masjid dibangun. Renovasi Masjid yang mengharuskan peninggian lantai Masjid berakibat pada kondisi Mimbar yang saat ini sudah terkubur sebanyak kurang lebih setengah meter

Menara yang terlihat saat ini bukanlah menara asli yang dibangun oleh Abah Falak pada masa kepemimpinannya di Al-Falak. Menara tersebut baru didirikan pada tahun 1977 ketika renovasi pertama berlangsung. Sebelumnya terdapat dua buah menara yang berada tepat di atas Masjid Al-Falak yang kemudian dihilangkan pada tahun 1977. Dua menara ini berfungsi untuk tempat Adzan. Pada masa pembangunannya pertamakali belum dikenal adanya pengeras suara yang kita kenal dengan sebutan TOA. Biasanya para muadzin adzan naik menuju menara dan menyuarakan adzan dari atas menara. Menurut penuturan, suara adzan ini akan terdengar hingga wilayah Ciomas dan sekitarnya.

Menara baru yang dibangun tahun 1977 juga memiliki fungsi yang sama pada awalnya. Meskipun menara sudah tidak difungsikan penuh lagi, namun Menara yang dibangun tahun 1977 tersebut tidak mengalami pemugaran total dan tetap dipertahankan sebagai simbol Masjid. Menara yang dulunya dipakai orang hanya untuk melihat lihat pemandangan dari ketinggian ini rencananya akan dilapisi keramik pada dindingnya agar lebih mudah dibersihkan. Hal ini dilakukan karena menurut mereka, tembok cepat berlumut dan kotor, sehingga sulit untuk dibersihakan
Berkunjung kedalam masjid, sudah tidak akan lagi menemukan pilar masjid yang asli. Dua buah pilar asli yang merupakan penyangga masjid, saat ini sudah tidak nampak lagi di dalam masjid Al-Falak. Dua buah pilar yang sebelumnya terletak di tengah-tengah masjid, sudah digantikan dengan pilar lain yang letaknya tiga meter dari pilar sebelumnya. Pelar pengganti itu kini dipertahankan untuk dijadikan contoh pembangunan Masjid. Pada renovasi kali ini, dua pilar asli yang berada tiga meteran dari Mimbar ikut direnovasi dan dirubah bentuknya.

Berada di dalam masjid membuat kita membayangkan bagaimana bentuk masjid ini sebelumnya. Menurut penuturan salah satu narasumber, bagian masjid sebelah kanan sebelumnya merupakan kolam yang biasa digunakan untuk tempat mandi dan berwudhu. Jika melihat tempat widhu yang sekarang ini digunakan, posisinya seolah-olah berada di bawah tanah. Sebelum renovasi, lokasi tempat wudhu sejajar dengan masjid, karena lantai masjidnya di tinggikan, sehingga tempat wudhi jadi berada di bawah pondasi masjid/ lebih rendah dari masjid
Hal lain yang menarik dari penuturan narasumber adalah tentang kebiasaan KH. Falak suka mengaji di lokasi yang sama, yakni berjarak satu setengah meter dari mimbar di sebelah kiri, sedangkan anaknya, Abah Tohir di sebelah kanan.

F.S.Putri Cantika (Uthie)
dirangkum dari berbagai sumber