Kehidupan di Pulo Geulis; Daratan di Tengah Sungai Ciliwung

Letak Geografis Pulo Geulis

Letak geografisnya cukup strategis walaupun berada di tengah-tengah sungai Ciliwung. Tepatnya di Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.

Sisi timur berdekatan dengan Terminal Bus Baranang Siang, sisi barat dengan Jalan Roda, Jalan Suryakancana. Sedangkan sisi utara dengan Pasar Bogor dan Jalan Roda. Akses menuju Pulo Geulis dihubungkan dengan empat buah jembatan, yang hanya diperuntukkan untuk pejalan kaki dan sepeda motor.Dua buah di sebelah timur, yang menghubungkan Pulo Geulis dengan Jalan Riau, satu lagi di jalan menuju terminal lalu satu lagi menghubungkan Pulo Geulis dengan Babakan Pendeuy, Jalan Bangka dan Jalan Otista.

Sebelah barat menghubungkan Pulo Geulisdengan Kampung Pada Benghar menuju Jalan Roda dan Suryakancana. Sedangkan sebelah utara menghubungkan Pulo Geulis dengan Kampung Belong menuju Pasar Bogor, Kantor Kelurahan dan Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas).

Keberadaan Pulo Geulis

Bagaimana terbentuknya? Dan kapan pulau ini mulai ada? Wallahualam, hanya Tuhan yang tahu. Karena, dialah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Namun, sejarah mencatat, jauh sebelum kerajaan Pajajaran berdiri, konon pulau ini sudah ada.

Ketika Pajajaran berdiri, pada tahun 1482, yang dirajai oleh Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan julukan Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran pertama), pulau ini dijadikan tempat peristirahatan keluarga istana dan juga tempat berlangsungnya beberapa kegiatan kerajaan. Seperti, mundai atau marak (menangkap ikan tanpa alat), moro (berburu), bahkan acara serentaun. Pada waktu itu pulau ini bernama Parakan Baranang Siang.

Bahkan dalam cerita pantun sunda, pulau ini sering disebut dengan nama yang berbeda. Seumpama cerita Munding Laya Dikusuma, pulau ini disebut dengan nama Pulo Putri. Dan di cerita lain pulau ini disebut juga dengan nama Nusa Larang (Pulau terlarang untuk umum).

Karena pulau ini berada di Sungai Ciliwung yang curam dan dalam, maka sungai ini pun dijadikan benteng luar untuk menahan musuh sebelum memasuki wilayah kerajaan. Tempat ini dinamakan Sipatahunan, yang artinya pertahanan, yang membentang dari Sukasari hingga Lebak Pilar. Seiring dengan hancurnya kerajaan Pajajaran pada tahun 1759, kota Pakuan Pajajaran ini (atau yang dikenal Bogor sekarang) bagaikan tanah tak bertuan.

Ketika Belanda melakukan ekspedisinya yang ketiga, yang dipimpin oleh Abraham Van Riebeck pada tahun 1704, ia menemukan pulau ini. Pada saat ia menemukan pulau ini, pulau ini sudah berpenghuni serta kemungkinan sudah terbangun kelenteng yang paling tua di Bogor, yang sekarang bernama vihara Maha Brahma.

Pada zaman Belanda, bagian selatan dari pulau ini disebut dengan Rawa Bangke, setelah kemerdekaan bagian ini masuk wilayah lingkungan Tegalega (Jalan Riau, Bogor Timur). Sebelah utara pulau ini bernama Babakan Pasar, masuk Rukun Kampung III Lebak Pasar Lingkungan Gudang, Bogor Selatan.

Pada akhir tahun 1960-an, pulau ini berdiri sendiri menjadi RK (Rukun Kampung) IV, Pulo Lebak Pasar, Lingkungan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Timur. Baru pada akhir tahun 1960-an pulau ini bernama Pulo Geulis (Kelurahan Babakan Pasar), dan pada pertengahan tahun 1990-an, terjadi pemekaran kota, Kelurahan Babakan Pasar masuk ke wilayah Bogor Tengah.

Luas Pulo Geulis sendiri saat ini +/- 1,57 hektar, dengan jumlah penduduk sekitar 2.500 jiwa dari 678 kepala keluarga yang terdiri dari 60% etnis Sunda dan 40% etnis Tionghoa yang sudah membaur, serta berasimilasi sejak dahulu. Ada juga sebagian kecil dari etnis lain yang tinggal di Pulo Geulis ini.

Saat ini Pulo Geulis sendiri cukup padat, selain penduduknya berkembang, banyak juga pendatang yang bermukim di Pulo Geulis ini, baik yang menetap maupun temporer (mengontrak). Karena pemukiman ini cukup strategis, walaupun berada di tengah sungai, tapi cukup dekat dengan pusat kota. Dan untuk sarana pendidikan pun mudah untuk dijangkau.

Sebagian penduduk diwilayah Pulo Geulis ini bermata pencaharian sebagai pedagang, baik di dalam wilayah maupun di luar wilayah Pulo Geulis, terutama di sekitar Terminal Bus Baranang Siang dan Pasar Bogor. Selain itu ada juga penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan swasta maupun pemerintah, dan banyak pula yang bekerja di Jakarta.

Di pulau ini terdapat juga sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan, seperti Posyandu dan madrasah. Dan untuk sarana ibadah di Pulo Geulis ini terdapat dua mesjid, tiga mushola dan satu kelenteng (vihara Maha Brahma). Untuk umat Kristiani di wilayah ini ada juga rumah yang digunakan untuk kebaktian yang biasanya dilakukan satu kali dalam seminggu.

Untuk vihara, di wilayah ini selain digunakan sebagai tempat peribadatan warga Tionghoa yang menganut aliran kepercayaan Tao, Khong Hucu dan Buddha, didalam vihara ini juga terdapat situs kepurbakalaan, yang menurut para pengamat sejarah dan para budayawan di Bogor, situs ini berasal dari tradisi megalitik. Yang mana situs ini berupa beberapa batu monolit besar, batu menhir, serta ada pula batu persegi yang memiliki lubang, yang diduga merupakan sebuah yoni dari masa klasik.

Selain itu semua, di dalam vihara ini juga terdapat makam serta petilasan yang dipercaya sebagai karuhun atau sesepuh masa lalu. Di dalam vihara ini juga terdapat altar yang mana dibuat sebagai penghormatan kepada Prabu Surya Kancana, sebagai raja terakhir Pajajaran.

Vihara ini juga sering dikunjungi oleh peziarah dari luar kota, dan juga para mahasiswa yang akan membuat karya tulis ilmiah serta komunitas pecinta sejarah.

Warga Pulo Geulis sendiri sangat menjunjung tinggi kebersamaan, serta kerukunan dalam perbedaan. Menurut almarhum ayah saya, kerukunan tersebut sudah ada sejak zaman dahulu (Belanda). Di rumah saya, dahulu sering pula diadakan pertemuan para jawara sekitar Bogor dan Banten, juga orang-orang Tionghoa untuk membicarakan tentang perjuangan dan sosial masyarakat pada waktu itu.

Itulah sekelumit tentang keberadaan Pulo Geulis yang perlu perhatian dan pelestarian dari kita semua, karena cukup mengandung sejarah untuk Kota Bogor umumnya dan untuk Pulo Geulis sendiri khususnya.

Disamping karena sejarah yang terkandung di dalamnya, pulau seperti ini kemungkinan hanya terdapat (kurang lebih) tiga pulau di Indonesia:

  1. Pulau Kemarau. Yang berada di tengah Sungai Musi, di Kota Palembang. Di pulau ini juga terdapat klenteng serta pagoda.
  1. Pulau Kemala. Pulau ini terletak di tengah Sungai Mahakam, Kota Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur
  1. Pulau Geulis. Pulau yang paling unik dari antara kedua pulau yang telah disebutkan di atas, karena pulau ini terdapat di tengah sungai, jauh dari muara, bukan di muara sungai seperti halnya Pulau Kemarau dan Kemala.

Bram Abraham (Putra Pulo Geulis)